Header Ads

ad728
  • Breaking News

    Menanam Kebaikan ala Hajar

    Siapa pun kita yang hendak melaksanakan ibadah haji atau umrah tidak akan pernah lepas dari pelaksanaan sai, karena ini merupakan bagian dari rukun haji atau umrah. Rukun berarti sebuah aktivitas atau perbuatan-perbuatan yang wajib dilakukan sebagai bagian dari syarat sah kegiatan haji atau umrah.
    Sai merupakan berlari-lari kecil dari bukit Shafa ke bukit Marwah dan sebaliknya dilakukan selama tujuh kali putaran, dalam proses berlari-lari kecil tersebut pada titik tertentu (ditandai lampu hijau) dianjurkan untuk berlari kencang.
    Kegiatan Sai dalam ibadah haji dan umrah menurut ajaran Islam adalah untuk menghargai dan mengenang kebaikan yang dilakukan Hajar, istri Nabi Ibrahim as. Aktivitas yang tidak pernah berhenti hingga hari akhir.
    Suatu hari Ibrahim menerima wahyu agar ia membawa Hajar dan putranya, Ismail yang masih kecil meninggalkan Palestina, menuju suatu tempat yang Allah tetapkan. Berhari-hari dalam perjalanan ketiga hamba taat tersebut akhirnya berhenti pada suatu tempat. Tempat yang hanya hamparan padang pasir, dihiasi bukit dan pegunungan. Belum berpenghuni, hanya ada satu pohon, dekat pohon itulah, keluargakecil tersebut berhenti.
    Tidak beberapa lama, Ibrahim kembali ke Palestina. Awal yang berat bagi Hajar, ditinggalkan berdua dengan anaknya seraya berkata, “Apakah engkau tega meninggalkan kami berdua di sini”. Pertanyaan tersebut diulang-ulang dan Nabi Ibrahim tidak mampu menjawab, karena secara psikologis, Nabi Ibrahim pun berat meninggalkan mereka. Hajar akhirnya berkata, “Apakah ini perintah dari Allah?” Nabi Ibrahim hanya mengangguk. “Baiklah, Allah pasti akan menjaga kami di sini”, kata Hajar kepada Ibrahim.
    Dalam perjalanan pulang dengan suasana sedih, Nabi Ibrahim berdoa. Allah abadikan doa Nabi Ibrahim dalam Surat Ibrahim ayat 37
    Ya Tuhan Kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman didekat rumah suci-Mu itu. Aku berbuat demikian Ya Tuhan kami, demi untuk memungkinkan mereka mendirikan shalat. Karena itu, jadikanlah hati sebagian manusia gandrung mencintainya. Dan berilah mereka rezki dari buah-buahan, semoga mereka bersyukur.”
    Hajar dan Ismail, hanya dibekali sekantung kurma dan sedikit air. Akhirnya perbekalan habis, Ismail mulai menangis. Dalam keadaan panik, Hajar meninggalkan anaknya dan berusaha mencari air. Ia berlari ke bukit Shafa karena melihat sumber air di atas bukit itu. Beliau menuju ke sana, ternyata sumber air itu hanyalah fatamorgana. Kemudian beliau menengok kanan, kiri dan beliau melihat sumber air juga di atas bukit Marwah dan setelah didatangi, ternyata itu hanyalah fatamorgana. Beliau kembali melihat seperti ada air di bukit Shafa dan beliau lari kembali ke bukit tersebut. Begitulah yang terjadi dan pada akhirnya beliau berlari-lari dari bukit Shafa ke bukit Marwah hingga tujuh kali.
    Beliau kembali ke Ismail yang ditinggalkannya. Di antara keputusasaannya, ia mendapati air yang keluar dari sela-sela batu dekat kaki Ismail, dengan wajah gembira Hajar mengatakan zam zam…zam zam, secara berulang seraya membuat bendungan kecil agar air tidak mengalir ke mana-mana.
    Maka dengan air zam-zam itu mereka berdua dapat bertahan hidup. Karena air zam-zam pulalah, kota Mekkah menjadi kota yang subur, makmur dan berlimpahan berkah dari Allah. Hingga kini dan hari kiamat air zam zam masih akan tetap jumlah dan rasanya.
    Selama orang-orang bisa meminum dan menikmati air yang zam-zam, maka selama itu, kebaikan akan terus melimpah kepada Hajar, sepanjang orang-orang melaksnakan haji atau umrah maka Hajar secara otomatis akan panen pahala seperti pahala yang diterima orang yang mengerjakannya.
    “Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya… (An-Nisa: 85)
    Barang siapa yang mengajak ke jalan hidayah, maka baginya dari pahala seperti pahala (sebanyak pahala) pengikutnya, dengan tidak mengurangi sedikit pun dari pahala mereka. Dan barang siapa yang mengajak ke jalan sesat, maka menanggung dosa sebanyak dosa-dosa pengikutnya, dengan tidak mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikit pun.”(HR. Ahmad) (Firdaus/dakwatuna)

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    ad728

    Post Bottom Ad

    ad728